Senin, 09 Desember 2013

Puisi Menggapai Mimpi



Menggapai Mimpi

Hidup kadang terasa penat dalam lajunya waktu
Kadang beku bak butiran salju
Itulah hidup, tak seorang pun tahu
Kapan dan dimana diri ini tertuju

Aku sudah tahu gelapnya kehidupan
Manis dan indahnya masa depan
Karna  itu aku tak pernah lelah berjuang
Tak kan kalah sebelum sampai tujuan

Aku terus melawan pahit manisnya hidup ini
Berjuang meraih cita seorang diri
Itulah kerasnya menahan tajamnya duri
Tuk menggapai indahnya mimpi mimpi

Minggu, 08 Desember 2013

Cerpen Gadis Pemimpi


Setiap orang itu adalah pemimpi. Setidaknya dengan bermimpi kita memiliki harapan untuk mewujudkannya. Seperti halnya Raras, anak SMA kelas XII yang sederhana, dia adalah gadis pemimpi. Dia teropsesi dengan mimpi.
Saat itu, jam menunjukkan pukul 2 siang. Raras tiba di rumah. “Assalamu’alaikuum.” ucapnya memberikan salam dan kemudian bergegas masuk kamar. “Raras, makan dulu gih, ibu sudah memasak masakan yang kamu suka. Jangan sampai telat lagi makannya,” perintah ibunya menghentikan Raras ketika hendak menutup pintu kamar. “Mm, tadi di sekolah Raras sudah makan, bu.” katanya. “Oh ya sudah.” kata Ibu Raras singkat. Raras menutup pintu kamar, kemudian dengan sedikit terburu-buru dia mengganti baju. Dia  jadi memikirkan apa yang tadi Pak Santo katakan di sekolah. Beliau berkata kalau kita harus punya banyak mimpi, dimulai dari mimpi terkecil hingga mimpi terbesar dalam hidup kita. Beliau juga berkata kalau semua orang pasti punya mimpi yang amat banyak, namun terhalang oleh hambatan yaitu keadaan. Namun kita bisa merubah keadaan asalkan kita mau dan berkeyakinan. Raras sependapat seperti Pak Santo, dia juga menambahkan kalau mimpi kita terlalu banyak, tulislah saja dikertas agar kita selalu ingat mimpi itu dan pikirkan mimpi itu ketika dalam suasana hati yang tenang dan penuh harap. 
Dan satu lagi, jangan pernah merasa malu atau apapun itu karena itulah mimpimu. Biarkan saja bila orang lain mau menertawakan sepuas hatinya. Sampai suatu saat kita bisa menghentikan tawaannya itu dengan tindakan. Buktikan kita pasti bisa. Tanamkan selalu keyakinan, dan semua akan terwujud, bahkan tanpa kita sadari semuanya diluar planning dan target kita. Lalu, tempel disudut kamar kita yang mudah kita lihat ketika kita bangun tidur dan ketika kita memasuki kamar.
Itulah yang dikatakan Pak Santo. Beliau guru Fisika disekolahnya. Entah kenapa mungkin kata-katanya sudah merasuki alam bawah sadarnya sehingga dia langsung mengikuti apa yang dikatakannya. Dia merasa kalau apa yang Pak Santo katakan itu real!
Ya, percaya atau tidak, dia langsung menulis mimpi-mimpinya. Tapi kali ini impian kecilnya saja. Ditulisnya semua tapi belum sampai ke mimpi besarnya. Ini baru butiran-butiran mimpinya. Persis seperti yang dikatakan oleh gurunya, Raras menempelkan pada dinding kamarnya yang mudah dilihat dari sisi manapun. Dia tak mengerti, mengapa ketika dia menulis, hatinya penuh dengan rasa suka cita. Seperti lega telah menuangkan mimpinya disecarik kertas ini.
Saat itu malam mulai menuju tengahnya. Raras terbangun dari tidurnya karena terdengar suara hujan. Dia melihat daftar mimpi yang ia tulis dikertas tadi sambil memandang dream catcher-nya atau benda penangkap mimpi yang gunanya untuk menangkap mimpi buruk. Hanya mimpi-mimpi indah yang bisa masuk melalui lubangnya. Dia benar-benar memikirkan mimpi dan masa depannya. Dia memandangi benda tersebut yang tergantung di atas jendela, dalam hatinya dia memohon kepada Tuhan, semoga saja datang mimpi-mimpi itu melewati lubang dream catcher-nya malam ini. Sesudah termenung cukup lama, dia segera tidur kembali dan menanti mimpi-mimpi itu datang malam ini.
“Tolong ambilkan gunting. Kapasnya. Kapas lagi,dan kapasnya lagi!”perintah  dokter Raras. Dia sedang mengoperasi anak kecil yang terkena kanker hati kronis. “Detak jantungnya melemah. Segera ambil tindakan!”katanya. Begitu paniknya semua dokter dan perawat yang ada dalam ruang operasi. Dia tidak merasa lelah sama sekali karena dia terlalu focus dan serius. Setelah beberapa jam akhirnya proses operasi selesai dan cukup berjalan dengan lancar. Ini adalah mimpinya malam itu.
Pagi yang cerah, sinar matahari masuk melalui lubang-lubang jendela kamarnya. Jamnya berdering lalu dia terbangun. Tanpa sadar dia menutup matanya dan kembali tidur. Tapi beberapa saat, matanya melotot ke arah jamnya dan segera bangun dari tempat tidurnya. “Astaga... jam 06:00.” teriaknya. Dia langsung mandi, berpakaian dan berdandan ala kadarnya. Lalu berpamitan pada ibunya dan berangkat. Ibunya heran, ini kan hari Minggu. Ibunya tak sempat memberitahunya karena dia begitu terburu-buru berangkat.
Dalam perjalanannya dia sama sekali tidak ingat kalau hari Minggu. Dia baru sadar ketika melihat jam dan hari di handpone-nya. Waduuhh... dia sontak kaget, namun tak apalah.  Tak ada ruginya sama sekali. Masih sangat pagi dia berjalan menuju taman. Dia duduk-duduk di taman melihat orang-orang berolahraga di area taman. Karena akhir pekan, di taman cukup ramai. Dia ingat tadi malam, dia bermimpi. Dia berharap semoga itu menjadi kenyataan. Ditulisnya mimpi itu pada kertas yang sudah ia isi dengan mimpi-mimpi sebelumya. Kini dia menambahkan dokter bedah adalah mimpi besarnya. Semoga Tuhan mengabulkan permohonannya, serta malaikat-malaikat yang mendengar mengamini do’anya. Setelah beberapa jam di taman, dia pulang.
Ketika disekolah, Raras masih memandangi langit dari jendela kelas sambil memakan snack. Hari ini jam pelajaran pertama sampai waktu istirahat kosong, karena para guru sedang rapat. Raras kemudian melangkah ke arah papan tulis, dia menulis “ Dokter adalah impianku”.
“Hei... mana bisa sepertimu menjadi seorang dokter. Mimpimu terlalu tinggi, itu tidak cocok untukmu. Janganlah berharap pada sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan!” ejekan salah satu temannya. Dia hanya terdiam dan tersenyum. Dibenaknya “dokter” pasti akan dicapainya suatu saat nanti. Dia yakin semua akan indah pada waktunya.
Malam yang hening dan udara yang dingin dia memikirkan apa yang dikatakan temannya mengenai mimpinya. “Janganlah bermimpi terlalu tinggi, nanti kamu akan kesakitan ketika jatuh tak dapat menggapainya.” Dia kini ragu mengapa sampai saat ini tak ada keajaiban yang datang, padahal dia sudah berusaha, mengapa mimpinya hanya berlalu begitu saja seakan hanya teman yang menemani tidurnya. Sebelumnya dia bahkan yakin 100% bahwa mimpi-mimpi yang dia alami dan diinginkan, pasti dapat digenggamnya, tapi kini dia meragukan mimpinya. Dia tidak mengharapkan datangnya mimpi-mimpi malam lagi. Dan dia pun ingin hidup tanpa bergantung pada mimpi. Itulah dia kini.
          Telah lama ia melupakan mimpinya. Tapi ketika itu ia harus mengisi angket untuk pilihan setelah lulus SMA. Dia berpikir amat dalam mengenai hal itu.
          Malam yang sepi. Bintang dan bulan bersanding menerangi kegelapan. Terdengar suara langkah kaki menuju kamar Raras. Ibunya menghampiri Raras saat dia termenung dalam kamarnya. “Apakah aku salah bermimpi menjadi seorang dokter?” tanyanya. “Tidak Raras, seseorang bermimpi itu tidak salah. Bahkan Tuhan saja tidak pernah membatasi dan melarang kita untuk bermimpi.” jawab ibunya. “Apakah ibu senang aku menjadi seorang dokter?” tanyanya lagi. “Tentu, ibu akan mendoakan yang terbaik buatmu. Jika itu baik, ibu akan selalu mendukungmu dan membantumu meski dicapai dengan darah dan air mata.” Jawab ibunya meyakinkan anaknya. “Terima kasih ibu” sahut Raras. “Cepat tidur, ini sudah larut!” suruh ibunya.
          Dia sangat bimbang antara impiannya dengan keadaannya saat ini. Untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan biaya yang cukup besar. Darimana dia memperoleh itu semua. Ibunya saja hanya seorang tukang cuci. Dia ragu, jika dia melanjutkan sekolah, ibunya akan lebih susah dan  kerja keras memenuhi kebutuhannya yang tidak sedikit. Dan jika dia bekerja, mimpi yang tertanam sejak lama tak akan diraihnya. “Tuhan, berilah petunjuk pada hamba-Mu. Aku tengah bingung menentukan pilihan untuk masa depanku.” Doanya malam itu.
          Sudah tengah malam dia belum tidur. Dia menatap dream catcher-nya dan menggenggam kertas mimpinya sangat lama. Dan suatu ketika pikirannya terbuka. “Aku harus meraihnya, meskipun dicapai dengan darah dan air mata. Aku akan menjadi dokter setelah ini. Ibu tidak akan bekerja keras lagi seperti sekarang. Aku yakin masa depanku cerah.” katanya dengan penuh semangat.
          Dia berusaha dengan keras. Dan kini dia percaya terhadap mimpi. Semangatnya yang luar biasa membawanya pada kesuksesan dia mendapat beasiswa untuk kuliah jurusan dokter di salah satu universitas ternama di Australia. Dan setelah beberapa lama dia kembali melihat kertas mimpinya itu. “Benar-benar terjadi ternyata. Subhanallah, aku tidak pernah menyangka. Alhamdulillah sekali. Banyak do’aku yang telah terwujud. Walaupun tidak semuanya. Terima kasih Ya Tuhan.” Ungkapannya dengan senang. Ini yang ditulisnya dikertas itu :
1.     Ingin mendapat nilai bagus Ya Allah
2.     Semoga UN nanti nilainya tidak mengecewakan
3.     Ingin membuat ibuku bahagia
4.     Ingin lancar berbahasa Inggris dan bahasa Korea
5.     Ingin pergi ke Korea
6.     Ingin bahagia dunia dan akhirat, dan masih banyak lagi. Yang terakhir dia tulis adalah Dokter bedah adalah mimpi besarku
Tuhan memang selalu mendengar setiap do’a kita. Do’a itu akan terkabul secara kasat mata dan telanjang mata.
Dan Jangan takut untuk bermimpi, karena Tuhan saja tidak pernah membatasi dan melarang kita untuk bermimpi. Jangan takut dengan ketidak terwujudnya mimpi, karena mimpi tidak pernah memaksakan kita untuk mewujudkannya. Dan mimpi pun tak pernah marah kepada kita jika ia tak diwujudkan. Jangan takut bermimpi yang besar, karena  mimpi itu tak pernah menyengsarakan kita. Selama kita  berprinsip pada keseimbangan antara mimpi, harapan, usaha dan doa. Yakinlah bahwa mimpi itu akan menjadi suatu mimpi yang luar biasa, dan juga jangan dengarkan orang-orang yang meremehkan mimpi kita. Lindungi mimpi kita dan jadikan kenyataan. Justru orang yang meremehkan mimpi kita adalah orang yang tidak yakin dengan kemampuan dirinya sendiri dan menjadi orang yang pengecut. 
THE END